Dukungan Jokowi ke Ridwan Kamil: Dampak Elektoral dan Persepsi Publik

Dalam lanskap politik Indonesia, dukungan dari seorang tokoh besar seperti Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tentu memiliki dampak yang tidak bisa diabaikan. Namun, tidak selamanya dukungan dari tokoh besar memberikan keuntungan elektoral. Seperti yang diungkapkan Direktur Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo, dukungan Jokowi terhadap pasangan calon gubernur DKI Jakarta Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) justru berpotensi menurunkan elektabilitas pasangan tersebut. Apa alasan di balik prediksi ini?

Dukungan Jokowi ke Ridwan Kamil


Dukungan Jokowi: Pedang Bermata Dua

Sebagai mantan kepala negara, Jokowi memiliki pengaruh besar dalam peta politik Indonesia. Namun, rekam jejaknya yang sempat dianggap melakukan cawe-cawe pada Pilpres 2024 untuk mendukung putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi catatan yang sulit dihapus dari ingatan publik.

Menurut Karyono Wibowo, publik masih melihat keterlibatan aktif Jokowi dalam kontestasi politik sebagai bentuk ketidakkonsistenan terhadap pernyataannya sendiri yang ingin pensiun dan fokus pada bidang lain seperti lingkungan. Ketidakkonsistenan ini, kata Karyono, mengikis citra Jokowi sebagai negarawan yang seharusnya bersikap netral dalam politik setelah masa jabatannya berakhir.

“Persepsi publik terhadap Jokowi sebagai figur yang turut campur dalam politik mendukung pasangan tertentu memberikan efek negatif. Hal ini dapat menambah beban elektoral bagi pasangan RIDO,” ujar Karyono.

Elektabilitas RIDO vs Pram-Rano: Data Survei Bicara

Beberapa survei menunjukkan dinamika elektabilitas pasangan RIDO. Berdasarkan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), pasangan Pramono-Rano unggul dengan 46%, diikuti RIDO dengan 39,1%. Sementara itu, survei Litbang Kompas mencatat pasangan Pramono-Rano berada di posisi teratas dengan 38,3%, disusul oleh RIDO dengan 34,6%.

Namun, survei dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan angka yang lebih tipis. RIDO unggul dengan 37,4%, dibandingkan pasangan Pramono-Rano yang memperoleh 37,1%. Perbedaan ini menunjukkan bahwa persaingan tetap ketat, tetapi citra negatif yang ditimbulkan oleh dukungan Jokowi bisa menjadi variabel yang memperberat langkah RIDO.

Mengapa Persepsi Negatif Itu Muncul?

Dukungan langsung Jokowi dianggap membawa konsekuensi yang rumit bagi pasangan RIDO karena:

  1. Rekam Jejak Kontroversial Jokowi: Peran Jokowi dalam Pilpres 2024 yang melibatkan anaknya, Gibran, meninggalkan kesan bahwa Jokowi terlalu mendominasi panggung politik meski tidak lagi menjabat sebagai presiden.
  2. Ketidakkonsistenan Sikap: Jokowi sebelumnya menyatakan ingin fokus pada bidang lain setelah pensiun, tetapi justru kembali aktif mendukung paslon tertentu, sehingga citra sebagai negarawan yang netral memudar.
  3. Efek Polarisasi: Kehadiran Jokowi dalam kampanye politik menimbulkan reaksi yang beragam di kalangan masyarakat, termasuk mereka yang merasa lelah dengan keterlibatan tokoh senior di politik praktis.

Rekomendasi untuk RIDO: Menjaga Narasi Positif

Untuk mengimbangi potensi efek negatif dari dukungan Jokowi, pasangan RIDO perlu memaksimalkan narasi positif yang mencerminkan visi dan misi mereka. Pendekatan langsung kepada masyarakat, program-program konkret, dan penguatan karakter masing-masing kandidat menjadi strategi penting untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan elektabilitas.

Selain itu, RIDO juga perlu menjaga jarak simbolis dari narasi kontroversial yang melekat pada Jokowi. Hal ini dapat dilakukan dengan menonjolkan kebijakan dan nilai-nilai yang berorientasi pada solusi lokal tanpa terlalu mengandalkan dukungan tokoh besar.

Kesimpulan: Dukungan yang Perlu Dikelola dengan Bijak

Dukungan dari tokoh besar seperti Jokowi memang bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, popularitas Jokowi masih menjadi aset, tetapi di sisi lain, persepsi negatif akibat rekam jejaknya dalam politik dapat menjadi beban bagi pasangan RIDO.

Dengan demikian, kunci keberhasilan RIDO terletak pada bagaimana mereka mengelola dukungan tersebut dan membangun narasi yang kuat untuk menyambut tantangan politik yang semakin kompleks di Pilkada DKI Jakarta. Dukungan Jokowi perlu dimanfaatkan secara strategis tanpa mengabaikan sensitivitas publik terhadap isu-isu yang melekat pada figur pendukung tersebut.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak